Jama'ah Virtual Masjid Sunan Kalijaga

Sabtu, 05 Februari 2011

Khutbah Idul Adha


سم الله الرحمن الرحيم
SPIRITUALISME KURBAN
Prof. Drs. Ratno Lukito, MA., PhD.
(Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

اللهُ أكْبَرُ × 3
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ اللهُ أكْبَرُ، الله أكبر وَللهِ الْحَمْدُ.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ إِيَّاهُ نَعْبُدُ وَلَهُ نُصَلِّى وَنَسْجُدُ وَإِلَيْهِ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُوْ رَحْمَتَهُ وَنَخْشَى عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَهُ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ. أَشْهَدُ ألاَّ إِلَهَ إِلاًّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وأَشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اللهم صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مَنْ سَنَّ بِقَوْلِهِ: «أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا أَلاًَ كُلُّ شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ تَحْتَ قَدَمَيَّ مَوْضُـوعٌ»، وَعَلىَ آلِهِ وَأصْحَابِهِ وَمَنْ وَالاَهُ..
أما بعد، أيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لاَ يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلاَ مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا إِنَّ وَعْدَ اللهِ حَقٌّ فَلاَ تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلاَ يَغُرَّنَّكُمْ بِاللهِ الْغَرُورُ،
Ma’âsyiral Muslimîn Rahimakumullâh,
Alhamdulillâhi Rabbi al-âlamîn, segala puji kita panjatkan ke hadhirat Allah Swt, Tuhan semesta alam. Kita bersyukur atas segala karunia yang telah dilimpahkan kepada kita. Dalam kondisi kehidupan sekitar kita yang sedang mengalami cobaan yang berat ini, Allah tetap memberikan hidayah kepada kita sehingga dimudahkan langkah dan hati kita untuk beristiqomah menjalankan perintah-perintah Nya dan menjauhi larangan-larangan Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada sayyid al-anbiyâ wa al-mursalîn, Rasulullah Saw, beserta keluarga, para shahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang berjuang tak kenal lelah untuk selalu menjaga keimanan dan ketakwaan dan menyebarluaskan Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Allâhu Akbar, Walillâhilhamd,
Di setiap hari raya Iedul Adha, kita selalu dituntut untuk mereview kembali tentang kisah ketaatan Nabi Ibrahim as dan putranya, Nabi Ismail as, dalam mentaati perintah Allah Swt. Ketika Nabi Ibrahim as diperintahkan untuk mengurbankan Ismail, tak ada sama sekali keraguan, apalagi keengganan atau penolakan. Keduanya dengan ikhlas menunaikan perintah Allah Swt, meski harus mengurbankan sesuatu yang paling dicintainya. Ibrahim rela kehilangan putranya, dan Ismail tak keberatan kehilangan nyawanya. Kedalaman makna dari peristiwa ini pun diabadikan dalam al-Quran. Allah Swt berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (TQS. al-Shaffat: 102).
Pengorbanan yang luar biasa itu pun membuahkan hasil. Tatkala ketaatan mereka telah terbukti, perintah penyembelihan itu pun dibatalkan. Sebagai gantinya, Allah Swt menebusnya dengan sembelihan hewan. Karena mereka telah lulus dari ujian yang nyata beratnya (al-balâ’ al-mubîn), mereka pun mendapatkan balasan yang besar. Allah Swt berfirman:
فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ، وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ، قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ، إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ، وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar (TQS. Shaffat: 103-107).

Allâhu Akbar, Walillâhilhamd
Ma’âsyira al-Muslimîn Rahimakumullâh,
Banyak hal bisa kita petik sebagai hikmah dari risalah kurban Ibrahim ini. Satu hal yang terpenting adalah adanya komitmen yang kuat untuk taat kepada Allah, dalam keadaan apapun. Ketaatan Ibrahim mengikuti perintah Allah untuk mengurbankan Ismail adalah bukti kuat bahwa Ibrahim mempunyai komitmen yang sangat besar untuk tunduk kepada perintah Allah. Sebagaimana ayat Qur’an di atas tadi menunjukkan.
Kisah ketundukan, pengorbanan, dan keberhasilan Ibrahim as dan Ismail as tersebut seharusnya menjadi teladan bagi kita. Sebagaimana Nabi Ibrahim, kita pun menerima berbagai kewajiban yang harus dikerjakan. Bagi kita, kewajiban itu juga al-balâ’ al-mubîn. Setiap orang yang bersedia tunduk dan patuh menjalankan kewajiban itu, maka mereka adalah orang-orang yang selamat dan sukses. Sebaliknya yang membangkang, maka merekalah orang-orang yang gagal dan celaka.
Hadirin sekalian, sudah sepantasnyalah kita sekarang bertanya dalam diri kita masing-masing, apakah manfaatnya semua aktifitas keagamaan kita dalam kehidupan keseharian ini. Adakah kegiatan ibadah kurban kita memberikan makna dalam kehidupan kita di dunia ini? Pertanyaan ini sejatinya sederhana namun tidaklah semudah kita membalikkan tangan dalam menjawabnya. Banyak diantara kita yang ragu saat ini apa sesungguhnya makna keberagamaan kita dalam kehidupan kekinian yang semakin materialistik ini. Banyak dari kita yang ragu karena kenyataan paradoks dan ketidaksesuaian antara nilai-nilai idealitas yang dibawa oleh ajaran agama dengan realitas kehidupan yang menerjang seluruh sendi tubuh kita masing-masing. Banyak orang yang apatis, dan menganggap bahwa tiadalah arti agama itu kecuali hanya gincu yang mematikan selera kehidupan, yang hanya memberikan keindahan fatamorgana saja. Namun sebaliknya, ada juga orang yang memperlakukan agama itu secara berlebih-lebihan, menolak dunia, asketis dan menganggap hina lantaran menikmati seteguk air kenikmatan duniawi.
Sejatinya, tiadalah dapat dipisahkan antara dunia dan akherat dalam konsep Islam. Islam justru memeritahkan agar kita mencari kehidupan dunia untuk jalan memperbaiki kehidupan kita setelah mati nanti. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu...” (TQS. Al-Qashash: 77).
Karena itu, dalam Islam tidak dikenal ungkapan: “Give to God what belongs to God, and give to king what belongs to the king.” Islam mengajarkan pemahaman yang komprehensif bahwa urusan dunia adalah urusan agama juga karena memang agama diciptakan sebagai alat untuk menapaki kehidupan manusia di dua dunia (sekarang dan nanti) yang memang tidak terpisah. Namun sayangnya, apa yang dikenal dengan “ketidakterpisahan antara agama dan negara” (sebagai wujud dari kesatuan dunia kini dan nanti) dalam konsep Islam, dalam prakteknya sering menimbulkan problematika karena acapkali menjadi media pertentangan antara Islamisme dan sekulerisme. Resolusi antara dua kubu ini selalu saja sulit dilakukan karena pemahaman yang diametral dalam basis filosofisnya masing-masing. Namun, apa benar bahwa kedua kubu tidak bisa sama sekali direkonsiliasikan?
Hadirin yang berbahagia, pengalaman negara-negara Barat membuktikan bahwa baik kelompok yang ingin secara ekstrem memisahkan antara agama dan negara (clear separation between state and religion), seperti Amerika Serikat, maupun yang tidak begitu jelas pemisahannya (blurred separation) seperti beberapa negara Eropa, sejatinya tidak bisa memisahkan secara rigid antara dua entitas tersebut. Pada kenyataannya, memang demikian, tidaklah bisa dipisahkan antara agama dan non-agama, sebagaimana tidak bisa terpisahkannya secara esensial antara kehidupan kini dan kehidupan nanti. Namun demikian, yang selalu mengundang masalah adalah seringnya isu ini didekati dengan menggunakan pendekatan perebutan kekuasaan (power taking) ketimbang dialog substantif. Berbagai usaha pendekatan antara dua entitas karenanya selalu saja gagal dilakukan. 

Allâhu Akbar, Walillâhilhamd
Ibadah kurban, sejatinya merupakan salah satu esensi dari ajaran agama. Pesan utama dari ajaran ini adalah: Pertama, bahwa tidaklah bisa dipisahkan antara dimensi duniawi dengan dimensi ukhrowi. Ketaatan Ibrahim kepada Allah dapat dipenuhi dengan kesediaan dia menyembelih hewan kurban untuk kemudian dagingnya dibagi-bagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kesalehan individual dengan demikian harus dilengkapi dengan kesalehan sosial, bahkan yang pertama tidak mungkin terwujud tanpa yang kedua. Kedua, sarana penyembelihan hewan untuk dikorbankan itu sesungguhnya hanya sekedar media pembuktian ketaatan seseorang kepada Allah. Dengan kata lain, yang menjadi esensi dari isi ajaran kurban itu bukan pada aspek fisik penyembelihan kurbannya tetapi pada kesiapan seseorang untuk mengorbankan nafsu-nafsunya demi penghambaan dirinya kepada Allah. Hewan yang dikurbankan hanyalah simbol dari ketaatan kita pada Sang Khaliq.
Dua aspek itulah yang menjadikan ibadah kurban itu bermakna. Dan inilah yang menjadi esensi dari makna spiritualisme dalam berkurban. Dari perspektif ini kita dapat memahami bahwa ajaran kurban adalah bukti ketidakputusan antara aspek vertikal dengan yang horizontal, dan itu hanya bisa dicapai jika kurban itu tidak dilepaskan dari makna simboliknya sebagai wujud kesiapan kita untuk menghambakan diri kita secara total kepada Allah. Kurban dalam artinya yang esensialis inilah maka kita dapat menarik nyawanya kemanapun untuk menjadi elan vita dari semua aspek kehidupan kita di dunia ini.
Hal itu bisa dicapai jika kita mampu beragama secara esensialis spiritual. Pemahaman beragama secara spiritualis inilah tampaknya yang semakin kering dalam kehidupan kita kekinian. Manusia modern yang dalam konfigurasinya lebih mementingkan hal-hal fisikiah biasanya mengalami kesulitan untuk melihat berbagai hikmah di balik yang kasat mata tadi. Kecenderungan beragama yang demikian ini tentu akan berakibat pada kekeringan dan kedangkalan hidup. Ketika semuanya dinilai secara fisikiah, maka tak akan tersisa dari padanya kecuali apa yang bisa dilihat oleh indra penglihatan kita, sementara mata hati akan semakin mengkerut dan tumpul karena tidak terlatih untuk merasakan hal-hal yang dibalik itu.
Dan disini pulalah letak ketumpulan manusia modern memahami kesalingikatan agama dan negara. Disamping karena agama selama ini jarang sekali dipahami dalam dimensinya sebagai sumber spiritual, perbincangan mengenai hubungan antara dua entitas tersebut selalu saja terperangkap dalam kubangan perebutan kekuasaan. Agama selalu saja dilihat dalam perspektif ancaman terhadap entitas negara karena agama dilihat semata dalam dimensi institusionalnya yang hadir menyaingi institusi negara. Hubungan antara keduanya pun sebentuk dengan hubungan antara dua kekuatan, dan karenanya kemenangan satu pihak tidak lain adalah kekalahan pihak lain (zero sum relation). Akibat lanjutannya, spiritualisme agama, yang semestinya menjadi sandaran utama, hilang tak berbekas. Pendekatan terhadap agama dalam perspektif ini tentu sangatlah dangkal dan kering, dan selalu saja justru menimbulkan efek negatif terhadap agama itu sendiri. 
Marilah kita berdayakan kembali peran agama sebagai sumber spiritual dalam kehidupan kita. Karena hanya dengan perspektif seperti inilah, ajaran-ajaran agama itu bisa kita berdayakan. Dalam suasana bangsa yang sedang berduka seperti saat ini, tidak ada jalan terbaik bagi kita umat Islam kecuali untuk selalu mendekatkan aspek kehidupan duniawi kita dengan kehidupan ukhrowi nanti, dengan semakin kita tingkatkan kehidupan spiritual kita sebagai bekal menapaki kehidupan di dunia ini. Selanjutnya, marilah kita tundukkan kepala kita dengan segala kerendahan hati, sambil menengadahkan tangan kita, untuk memanjatkan doa ke hadirat Allah Swt, Dzat Yang Mahakuasa, dan Mahaperkasa.
اَللّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَمَنْ دَعَا إِلَى اللهِ بِدَعْوَةِ اْلإِسْلاَمِ وَمَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّةِ رَسُوْلِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِإِحسْاَنٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنَهُمْ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَاجْعَل فِي قُلُوْبِهِم الإِيْمَانَ وَالْحِكْمَةَ وَثَبِّتْهُمْ عَلَى مِلَّةِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ وَأَوْزِعْهُمْ أَنْ يُوْفُوْا بِعَهْدِكَ الَّذِي عَاهَدْتَهُمْ عَلَيْهِ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ إِلهَ الْحَقِّ وَاجْعَلْنَا مِنْهُمْ
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ


1 komentar:

  1. Best Bitcoin Casinos 2021 | Coin Casino | Play Real Money
    A world of online casino games is waiting for you. Check our list 메리트 카지노 of the best 인카지노 bitcoin casinos in 2021, 바카라 and only the best casinos accepting it.

    BalasHapus